Translate

Senin, 07 Mei 2012

Belajar Bersyukur Kala di Perantauan


Perantauan. Yang terlintas dibenak anda kala mendengar kata perantauan mungkin adalah sendiri, jauh dari orang tua, jauh dari rumah. Yap, itulah yang saya rasakan dan saya alami sekarang. Hidup sendiri diperantauan tanpa siapa-siapa dan hidup dalam keadaan pas-pasan. Dulu saya beranggapan mungkin lebih enak bila hidup sendiri, mengatur diri sendiri dan jauh dari orang tua yang selalu menuntut dan menasehati. Dan yang jelas hidup sendiri untuk belajar lebih mandiri. Tapi ternyata saya salah, hidup diluar tanpa orang tua terasa sangat sulit, apalagi berhubungan dengan masalah finansial. Awalnya saya merasa biasa saja, tapi lama-kelamaan saya sangat merindukan orang tua.
            Pengalaman sembilan bulan diperantauan menempa saya menjadi pribadi yang kuat, kuat dalam arti tidak mudah mengeluh dikala susah. Saya jadi membayangkan ketika saya pertama kali berada di kota asing ini, berjuang sendiri untuk tetap semangat meneruskan cita-cita. Tapi disini saya belajar, untuk tidak menangis dikala jatuh, susah, dan terpuruk. Memang, kadang rasa putus asa dan menyerah itu sempat terlintas. Tetapi hal itu membuat saya semakin berpikir matang dan melihat segala sesuatu dari sudut pandang yang berbeda.
            Kesulitan-kesulitan yang saya hadapi membuat saya banyak belajar, belajar tentang arti bersyukur dan bersyukur. Belajar mensyukuri yang saya miliki saat ini. Dikota yang jauh ini, saya belajar arti bersyukur atas karunia waktu. Saat ini waktu adalah karunia yang sangat berharga, dimana saya hanya memiliki 2 kali 24 jam dalam seminggu waktu senggang. Belum lagi jika digunakan untuk kegitan luar kampus dan tugas-tugas menumpuk yang menunggu untuk dikerjakan.
 
Bersyukur dengan waktu memacu saya untuk lebih mengoptimalkan waktu yang ada dengan hal-hal yang bermanfaat. Selain itu, bersyukur dengan nikmat berupa rejeki makanan amat saya rasakan. Bandingkan bila dulu kita hanya tahu makan, tanpa memikirkan bagaimana oprang tua kita bersusah payah agar makanan itu bisa terhidang diatas meja sebagai santapan kita. Tetapi kini saya merasakan sendiri bagaimana lelahnya bekerja demi sesuap nasi, bahkan kadang untuk mendapatkan sesuatu saya harus berpikir dua kali. Saya jadi teringat sebuah wisdom word yang saya temple di kubikel kerja “Sebelum kita mengeluh tentang rasa dari makanan, pikirkan tentang seseorang yang tidak punya apapun untuk dimakan”. Kalimat tersebut membuat saya berpikir suatu kondisi yang pernah menimpa saya dan mungkin banyak orang lainnya yang tidak punya apapun untuk dimakan.
            Diperantauan juga membuat saya lebih manghargai sebuah persahabatan. Dimana tak seorang pun anggota keluarga yang saya punyai, maka teman-teman dan sahabatlah yang yang menjadi sandaran dikala sedih dan sakit. Saya bersyukur diberikan kesempatan untuk berada jauh dari kehidupan saya selama ini, ternyata Tuhan memberikan sisi positif dalam hidup saya yakni tentang besarnya arti bersyukur.


Thanks to My Mother, You are my inspiring in life
To mt dady I love very much, I’ll graduation for proud you
My sister and brother, my all family


*** *** ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar